Oleh: Nur Agustinus
Saya membaca surat kabar Jawa Pos Minggu, 10 Desember 2017,
ada sebuah berita yang berjudul “Tanpa Riset, Ilmu Basi”. Tulisan ini mengenai dosen
PTS yang tak biasa meneliti. Untuk itu koordinator Perguruan Tinggi Swatsa
(Kopertis) VII Wilayah Jawa Timur mendorong perguruan tinggi swasta untuk
proaktif melakukan riset. Sebab, riset yang dihasilkan juga berpengaruh pada nama baik PTS itu sendiri.
Membaca hal ini, saya sangat setuju. Berita ini membuat saya
teringat profesi saya saat menjadi dosen di sebuah perguruan tinggi. Riset itu
adalah hal yang penting. Tapi apa hubungannya dengan BETA-UFO? Dari judul itu
kalau kita pikir, tanpa riset, ilmu basi, maka tanpa kita proaktif melakukan
riset di bidang ufologi, maka ilmu tentang ufo akan basi. Maka tak heran jika
dalam belasan tahun atau bahkan puluhan tahun orang mempelajari tentang
fenomena ufo ini, tidak banyak hal baru. Yang sering muncul hanya cerita-cerita
atau dokumen yang sering diperdebatkan keakuratan kebenarannya.
Berdasar hal ini, sebagai pengamat ufo, kita sebaiknya juga
proaktif melakukan riset. Tren riset di kalangan pengamat ufo Indonesia masih
sangat minim. Untuk itu perlu ditumbuhkan. Memang, masih banyak yang mengamati
fenomena ini sebagai hobby atau kegiatan sampingan saja. Hal ini menyebabkan
waktu, tenaga dan pikiran untuk melakukan riset masih sangat minim.
Riset berawal dari rasa ingin tahu. Riset juga harus
didasari dengan sebuah pertanyan yang ingin mendapatkan jawaban yang meyakinkan.
Jadi, apa yang benar-benar ingin kita ketahui? Lalu, di mana kita bisa
mendapatkan informasi untuk memperoleh jawabannya. Itu sudah merupakan proses
awal sebuah riset. Lalu, kita mesti selektif memilih informasi mana yang sesuai
dan dapat dipercaya. Untuk itu kita mesti mengujinya. Hasil dari riset itu akan
ada temuan yang bisa kita peroleh dan apa yang bisa kita pelajari darinya.
Memang, mendengar istilah riset, orang sering
menganggap rumit atau terkesan sok. Tapi
sekali lagi, tanpa riset, keilmuan ufologi ini akan menjadi basi. Banyak sekali bidang studi di bidang fenomena
ufo ini. Ada bidang alien abduction (kasus penculikan oleh alien), sebagai
contoh riset yang dilakukan oleh John E. Mack Ph.D. Mungkin yang lain tertarik
dengan ancient astronaut. Untuk itu memang perlu memperkaya diri dengan
keilmuan, misalnya mempelajari bahasa prasasti, rajin juga menelusuri
manuskrip-manuskrip kuno dari bahasa aslinya. Hal ini seperti yang dilakukan
oleh Zecharia Sitchin yang kemudian melahirkan teori tentang Anunnaki. Bisa
juga sebuah penelitian dilakukan untuk mencari hubungan antara dua hal,
misalnya hubungan fenomena ufo dengan erupsi gunung berapi, atau hubungan korban
penculikan alien dengan jenis golongan darah. Tentu akan banyak ide penelitian
yang bisa dilakukan di bidang ufologi ini.
Menurut saya, setiap pemerhati masalah ufo bisa melakukan
riset dengan latar belakang keilmuan yang dimiliki. Tentu, melakukan riset
berbeda dengan hanya sekedar melakukan kunjungan lapangan. Sebagai contoh,
kunjungan ke sebuah candi atau situs purbakala, tak akan menghasilkan sebuah
riset jika datang sebagai pelancong. Apalagi kalau hanya sekedar berswafoto di
sana. Kita perlu tahu apa tujuan riset dan juga apa saja yang mesti dilakukan. Kita
harus tahu, di mana informasi untuk riset bisa kita temukan. Mungkin ada di
lapangan, mungkin di buku-buku atau bisa juga dari internet. Ada berbagai
metode ilmiah yang perlu diperhatikan supaya hasil riset bisa diakui dan
menambah perbendaharaan kazanah keilmuan ufologi.
Hasil riset juga tidak lepas dari publikasi. Tanpa
publikasi, riset yang dilakukan juga tidak akan diketahui orang lain. Padahal
berbagi ilmu dan pengetahuan adalah sangat diperlukan. Ini supaya ilmu makin
berkembang. Ufologi tidak menjadi sebuah ilmu yang basi. Di sisi lain, jika
BETA-UFO banyak menghasilkan publikasi hasil riset, maka itu juga akan membawa
reputasi yang baik.
= BETA-UFO Indonesia =
= BETA-UFO Indonesia =