Selasa 6/8/2019 | 01:00
Bagi para penggila Unidentified Flying Object (UFO) Indonesia generasi pasca J Salatun, 21 Juli 2019 adalah hari paling bersejarah.
Foto : FOTO-FOTO: KORAN JAKARTA/EKO SUGIARTO PUTRO |
J Salatun adalah pendiri Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) yang menjadi Bapak UFO Indonesia karena gairahnya yang luar biasa bagi pencarian UFO di Indonesia. Pada 21 Juli 2019, para penerus J Salatun yang tergabung dalam Indonesia UFO Network (IUN), wadah semua komunitas dan periset di bidang UFO, Extra-Terrestrial Inteligence (ET), Space Science, dan Space Art mendeklarasikan 21 Juli sebagai Hari UFO Nasional (HUN).
Bertempat di Lembaga Indonesia Prancis (LIP) di Jalan Sagan Yogya pada Minggu (21/7), deklarasi juga dihadiri perwakilan dari LAPAN Gunawan Admiranto, Ilham Habibie (The Habibie Center), Premadi W Premana (ITB dan Observatorium BOSSCHA), Yusuke Murakami (MARS Society), dan salah satu pakar dari LAM (Laboratoire d’Astrophysique de Marseille), Frederic Zamkotsian.
“Indonesia sangat tertinggal dalam riset antariksa. Saya mendukung deklarasi ini agar sains antariksa ini bisa popular di masyarakat luas. Isu UFO gampang berhubungan dengan masyarakat luas ketimbang rumus-rumus fisika yang sulit, “ kata Ilham Habibie.
Pendiri IUN, Venzha Christ mengatakan HUN adalah upaya untuk membuat simpul bagi para penggemar fenomena UFO, baik amatir maupun profesional seperti masyarakat sains perbintangan, untuk setahun sekali berkumpul berbagi pandangan dan perkembangan di setiap bidang yang digelutinya.
Hari UFO Dunia dirayakan tiap 2 Juli untuk mengingat insiden jatuhnya pesawat UFO Roswell di New Mexico, AS. Untuk kasus Indonesia, Juli juga menjadi bulan penting adanya peristiwa penampakan UFO di Pulau Alor pada 1959.
Pendiri BETA-UFO, salah satu komunitas UFO tertua di Indonesia sekaligus salah satu penggagas IUN, Nur Agustinus, menjelaskan kenapa 21 Juli dipilih sebagai HUN.
Juli 1959, selama berhari-hari di Pulau Alor teradi penampakan makhluk asing yang tak dikenal yang disertai dengan penampakan Benda Terbang Aneh. Sejauh ini ada 3 catatan resmi yang dikeluarkan J Salatun, tentang peristiwa Alor.
“Soal tanggal, kita barengkan dengan deklarasi IUN. Karena memang tidak ada peristiwa spesifik tentang UFO di Indonesia yang catatannya lengkap kecuali peristiwa Alor, jadi saya kira tidak keliru kalau kita tentukan tanggal ini sebagai HUN,” papar Nur. YK/R-1
Perjumpaan dengan Manusia Biru
Bertinggi badan rata-rata 180-an meter, beberapa manusia mengenakan setelan baju lengan panjang berwarna biru (MIB / Man in Blue), berkulit merah, berambuk perak, bersepatu hitam, dan berikat pinggang yang terselip tongkat berbentuk tabung dari logam, menggegerkan masyarakat Pulau Alor pada Juli 1959. Tak hanya menampakkan diri dan berkeliling ke rumah-rumah penduduk, MIB Pulau Alor bahkan juga menculik seorang bocah, berusia 6 tahun bernama Pangu, dan melakukan beberapa tindakan medis padanya.Adalah J Salatun, yang mencatat penampakan Alien berupa MIB itu dalam suratnya kepada peneliti UFO AS, J Allen Heynek pada 24 Februari 1977. Yang kemudian lebih dalam diperinci dalam buku Salatun berjudul “UFO, Salah Satu Masalah Dunia Masa Kini,” yang terbit pada 1982. Dan Salatun yang di medio itu berpangkat Marsekal Muda TNI AU, menulis catatannya berdasar kesaksian Kepala Kepolisian Pulau Alor, Alwi Alnadad.
“Bedanya, kalau di Alor, Aliennya sampai keluar dari UFO bahkan menculik seorang bocah. Kalau di Papua Nugini cuma nampak UFO yang berbentuk telur lonjong saja,” kata Nur.
Tulisan Salatun mengungkap sangat detil struktur tubuh alien Pulau Alor. Ia mirip manusia biasa dengan roman muka berwarna merah, rambut serta jenggot berwarna perak dan bagian belakang kepalanya lancip ke atas entah karena sisiran rambut atau karena leher bajunya. Mereka kebal peluru, bisa jalan melayang dan dapat melompat seperti jago kungfu. Makhluk UFO ini juga dapat membuat dirinya tidak kasat mata.
Nur menjelaskan, investigasi insiden Pulau Alor yang dilakukan J Salatun dengan rekam jejak sebagai mantan Karo Penerangan Mabes AU pertama pada 1951-1957, merintis peroketan dan pendiri LAPAN, tidak bisa diremehkan begitu saja. Memang, kasus 1959 itu baru diceritakan kembali Alwi Anadad kepada Salatun, 17 tahun setelah peristiwa.
“Namun sulit untuk menerima kalau itu hanya karangan Alwi. Lebih masuk akal, itu peristiwa yang diingat betul namun saat peristiwa terjadi akses pada media dan ke pemerintah pusat, dalam hal ini J Salatun, tidak ada,” jelas Nur. YK/R-1
Klasifikasi Penampakan UFO
Insiden di Pulau Alor, menurut klasifikasi penampakan UFO, J Allen Heynek mengatakan, masuk beberapa tingkat penampakan. Heynek adalah ahli astronomi yang semula meragukan UFO, namun setelah mengkaji beberapa kasus yang ada, ia justru menjadi pengamat serius UFO. Dan kemudian Heynek mendirikan Center for UFO Studies (CUFOS).Berikut beberapa klasifikasi perjumpaan UFO jarak dekat menurut Heynek.
- Perjumpaan dekat tingkat pertama. Melihat UFO sedang terbang dalam jarak yang relatif dekat sehingga cukup jelas untuk melihat bentuknya.
- Perjumpaan dekat tingkat kedua. Melihat UFO dalam posisi mendarat di permukaan tanah, umumnya ditunjang dengan bekas-bekas pendaratan.
- Perjumpaan dekat tingkat ketiga. Melihat UFO mendarat serta terlihat pula ufonaut (Alien) yang turun atau berada di luar pesawat.
- Perjumpaan dekat tingkat keempat. Mengalami perjumpaan dengan Alien, namun sebagai korban penculikan. Korban penculikan Alien sering tidak sadar dengan apa yang menimpa dirinya dan mengalami perubahan psikologik atau fisiologik yang mengganggu.
- Perjumpaan dekat tingkat kelima. Melakukan komunikasi dengan Alien dan ikut bersama Alien tersebut dengan pesawat mereka secara sukarela. Beberapa kasus kontak atau komunikasi dengan alien ini hanya berupa kontak telepati atau melakukan perjalanan astral bersama Alien.
Nur Agustinus |